3. Batombe - Sumatera Barat

http://infartikel.blogspot.co.id/2016/11/tradisi-batombe.html

Batombe adalah pertunjukan seni pertunjukan dimana kaum lekaki dan perempuan akan saling balas-membalas pantun, dengan penyampaian yang mendendang tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi yang menonton.

Berdasarkan sejarah tradisi kesenian batombe berawal dari tradisi saat membangun rumah gadang dan kedua tradisi ini saling berkaitan, konon pada zaman dahulu masyarakat nagari abai masih sangat sepi dan sunyi karena terus di selimuti beragam ancaman seperti hewan buas yang liar dan cuaca yang ekstrim. Oleh sebab itulah masyarakat pada saat itu ber inisiatif untuk membangun rumah gadang yang bisa di tempati masyarakat bersama-sama, adapun tujuan tradisi seni ini adalah untuk memberikan motivasi bagi pria yang sudah dewasa agar terus bersemangat menebang pohon ke hutan setelah makan siang. Nantinya pohon yang di tebang akan di jadikan tonggak, tiang ataupun papan untuk membangun rumah gadang pertama yang berlokasi di nagari abai.

Rumah gadang sendiri lebih di kenal dengan sebutan rumah gadang 21 ruang, dan termasuk rumah adat terpanjang di sumatera barat.  Fungsi rumah gadang bukan hanya menjaga keselamatan masyarakat atau penduduk dari dari serbuan binatang liar, juga sebagai tempat tinggal keluarga.
Pembangunan rumah gadang juga di peruntukan sebagai tempat pertemuan dan merupakan pusat pagelaran seni
dan budaya.

Sebelum tradisi balas pantun atau batombe di mulai akan ada prosesi penyembelihan seekor kerbau atau sapi bisa juga kambing minimal, jika tradisi ini tanpa menyembelih hewan tersebut bisa dianggap telah melanggar aturan tradisi atau berutang secara adat.


Hal tersebut karena terkait dengan adanya sebuah cerita turun-temurun di kalangan masyarakat nagari abai, konon awalnya sebatang pohon yang akan di jadikan tiang rumah gadang 21 ruang sangat susah di tarik setelah di tebang, namun saat di adakan penyembelihan hewan kerbau pohon yang semula alot menjadi sangat mudah saat di tarik oleh penduduk nagari abai.


Meskipun pembangunan rumah adat nagari di nagari abai terhenti pada tahun 1960-an, namun tradisi balas pantun Batombe tetap lestari dan masyarakat nagari abai berupaya tetap berusaha akan menjaga dan melestarikan salah satu tradisi lisan minang yang sangat unik ini dengan menjadikannya sebagai sarana hiburan untuk masyarakat, tradisi ini masih eksis di acara seperti perkawinan, pengangkatan datuk, festival kebudayaan, penyambutan tamu khsuus, dan ajang promosi bagi wisata daerah.
Untuk tata cara batombe sendiri akan di awali dengan pembacaan pantun pembukaan oleh seorang datuk, kemudian para pemain batombe memasuki arena dan harus membuat lingkaran.
Untuk pemain sendiri berjumlah 10 orang lelaki dan 3 orang perempuan, nanti 12 di antaranya akan bergerak menari dengan membentuk garis lingkaran, sementara untuk 1 orang akan menari di dalam lingkaran itu.

Tak lupa juga batombe di iringi dengan musik dengan irama yang mengundang kebahagiaan, alat musik yang di gunakan biasanya memakai gendang dan telempong, kedua alat tersebut akan dimainkan dengan tempo yang cepat mengikuti irama tarian dan nyanyian yang di bawakan oleh para pelaku batombe.

Setiap peserta yang ikut akan memaki pakaian khusus yang menyerupai pakaian randai atau silat, tetapi ada sedikit perbedaan yaitu terletak pada motifnya yang berada pada bagian lengan baju.
Randai atau silat itu biasanya digunakan dengan motif yang terlihat polos, sedangkan batombe bahannya halus dan di sulam menggunakan benang emas sehingga terlihat mencolok.
Untuk warna pakaiannya juga lebih bervariasi dan bermacam-macam seperti berwarna memrah,kuning,hijau dan hitam. Lalu pada bagian ikat kepala berwarna kuning ke-emasan, kemudian pada bagian pinggang biasanya di hiasi sehelai kain benang emas dan celana sengaja dirancang lebih besar pada bagian paha, jika di amati lebih mirip dengan sarung.